Aku
teriakan lantang agar kau pergi, karena
ku akan segera ‘pergi ‘
sebuah pernyataan sedih ‘ku tak ingin kau mati’
Aku terlempar jauh dan terjatuh
separuh sayapku telah rusak tak mungkin terbaiki lagi
Kau tetap menolaknya ,
Dan kini aku terjatuh diantara ranting tajam pohon kering musim gugur
dalam jangkauan para pemanah tak bersayap
aku tak lagi mampu menghindar
kau tetap menolak untuk pergi
Kini aku berteduh dari jutaan partikel berbisa yang turun dari langit di balik sayapmu,
lenganmu mendekapku erat dari dinginnya hari itu,
sebuah pernyataan sedih ‘ku tak ingin kau mati’
Aku terlempar jauh dan terjatuh
separuh sayapku telah rusak tak mungkin terbaiki lagi
Kau tetap menolaknya ,
Dan kini aku terjatuh diantara ranting tajam pohon kering musim gugur
dalam jangkauan para pemanah tak bersayap
aku tak lagi mampu menghindar
kau tetap menolak untuk pergi
Kini aku berteduh dari jutaan partikel berbisa yang turun dari langit di balik sayapmu,
lenganmu mendekapku erat dari dinginnya hari itu,
‘Bisa’
tetap membasahi seluruh tubuh kita.
Kau tak menjauh
Aku tertolong dari senyawa yang terus membekukanku
Sayapmu ikut berdarah,
namun kau tak sedikit bergerak dari mendekapku.
Kau pejamkan mata
Dalam Irama ketukan nafasku yang masih naik turun mengikuti tempo nadir
Malam semakin larut,
Hujan itu mereda.
Namun tak ada jalan untuku pulang.
Rasa lapar mulai menghinggapi,
Tak ada satu inchipun bagian tubuh kita yang tak terbasahi
Kita seperti membatu.
Takkan kubiarkan kau ikut mati,
Kupatahkan sayap terakhir ku saat kau tertidur mendekapku,
Ku bakar untuk menghangatkanmu dari kelelahan
minumlah ini untuk melepas dahagamu namun tetaplah tutup matamu
tanpa sedikitpun kau tau itu darah dari sayap disela tulang terakhirku
Kutadahkan kepalaku ke langit, dalam kepungan ribuan anak panah
Ku bisikan kata terakhir beberapa detik sebelum panah terlepas dari busur.
“Tetaplah kau hidup berdoalah untukku di hidupkan kembali bersamamu dalam ketidak terbatasan”
Kau tak menjauh
Aku tertolong dari senyawa yang terus membekukanku
Sayapmu ikut berdarah,
namun kau tak sedikit bergerak dari mendekapku.
Kau pejamkan mata
Dalam Irama ketukan nafasku yang masih naik turun mengikuti tempo nadir
Malam semakin larut,
Hujan itu mereda.
Namun tak ada jalan untuku pulang.
Rasa lapar mulai menghinggapi,
Tak ada satu inchipun bagian tubuh kita yang tak terbasahi
Kita seperti membatu.
Takkan kubiarkan kau ikut mati,
Kupatahkan sayap terakhir ku saat kau tertidur mendekapku,
Ku bakar untuk menghangatkanmu dari kelelahan
minumlah ini untuk melepas dahagamu namun tetaplah tutup matamu
tanpa sedikitpun kau tau itu darah dari sayap disela tulang terakhirku
Kutadahkan kepalaku ke langit, dalam kepungan ribuan anak panah
Ku bisikan kata terakhir beberapa detik sebelum panah terlepas dari busur.
“Tetaplah kau hidup berdoalah untukku di hidupkan kembali bersamamu dalam ketidak terbatasan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar